-->

Review Film Suzume no Tojimari (2023), Refleksi Mendalam tentang Kekuatan Manusia dalam Menghadapi Bencana

Inilah ulasan film Suzume no Tojimari (2023), Apakah filmnya bagus?


Dunia perfilman Jepang kembali diramaikan dengan kehadiran karya terbaru dari sutradara ternama, Makoto Shinkai. Setelah sukses besar dengan film-film sebelumnya seperti "Kimi no Nawa" dan "Tenki no Ko", ekspektasi para penggemar pun terangkat saat film terbaru Shinkai, "Suzume no Tojimari", akhirnya tiba.

Sejak diputar perdana di Jepang pada bulan November 2022, Suzume telah menjadi perbincangan hangat di kalangan penikmat film. Kini, dengan jumlah penonton yang melampaui 400.000 di Indonesia saja, kisah tentang perjalanan misterius Suzume menuju Tokyo telah memikat hati banyak orang.

Namun, di balik keindahan visual dan alur cerita yang mendebarkan, terdapat juga sorotan atas keterbatasan yang mungkin menghambat kemegahan karya ini. Dalam tinjauan mendalam ini, kita akan menelusuri secara detail tentang apa yang membuat Suzume begitu memikat, sambil juga menyelidiki area di mana film ini mungkin kurang memuaskan.

Mari kita selami review dari karya film anime terbaru Makoto Shinkai, Suzume no Tojimari.

Baca juga: Review Anime Frieren: Beyond Journey's End, Perjalanan Frieren dan Pencarian Makna Kehidupan



Review Film Suzume no Tojimari (2023)

Berbeda dengan dua film sebelumnya, alur kisah dari film Suzume no Tojimari secara keseluruhan berupa perjalanan Suzume ke Tokyo yang penuh dengan aksi nyaris tanpa henti. Intensitasnya pun terus meningkat hingga ke puncak konflik seakan tidak ingin penonton sedikit pun melonggarkan konsentrasinya.

Review Film Suzume no Tojimari (2023)

Akan tetapi, jangan khawatir karena kita tetap diberi waktu untuk "bernapas" dengan kehadiran tokoh-tokoh sampingan yang beragam. Dari perjuangan Suzume menutup pintu bianglala yang mendadak berputar hingga mengunjungi dunia tempat orang yang telah meninggal.

Tentunya, ini membuat mantra Souta terasa ikonik, terutama saat ucapan, "Kukembalikan kepada kalian," telah digaungkan untuk menutup pintu.


Tema bencana alam menjadi fokus utama cerita dalam Suzume

Sebagaimana halnya dua film sebelumnya karya Makoto Shinkai, seperti "Your Name." dan "Weathering with You". Film ini mengisahkan perjalanan seorang gadis SMA bernama Suzume Iwato, yang telah kehilangan ibunya dalam sebuah tragedi masa kecilnya dan kini tinggal bersama bibinya, Tamaki, di daerah selatan Kyushu, Jepang.

Suatu hari, kehidupan Suzume berubah ketika ia bertemu dengan Souta Munakata, seorang penjelajah yang sedang mencari reruntuhan di daerah tempat tinggalnya. Terpikat oleh kehadiran Souta, Suzume memutuskan untuk menyusulnya ke reruntuhan tersebut dan menemukan sebuah pintu misterius. Meskipun penuh rasa penasaran, keputusannya untuk membuka pintu tersebut membawa konsekuensi yang tak terduga.

Suzume menemukan dirinya berada di tempat yang indah namun tak terjangkau, hanya untuk kemudian secara tidak sengaja melepaskan batu kunci berbentuk kucing yang membawanya kembali ke sekolah dalam keadaan ketakutan. Ketika gempa bumi tiba-tiba mengguncang, Suzume adalah satu-satunya yang menyadari bayangan berwarna merah yang menggoyang langit, berasal dari reruntuhan yang baru saja dia kunjungi.

Segera, Suzume menyadari bahwa dia terlibat dalam sebuah misi yang jauh lebih besar ketika dia kembali ke reruntuhan dan menemukan Souta berusaha keras menutup pintu yang baru saja dibukanya. Dari cerita Souta, Suzume belajar tentang cacing, entitas yang bisa membawa kehancuran jika tidak dikendalikan dengan baik.

Masalah pun semakin kompleks ketika sebuah kucing misterius bernama Daijin muncul dan mengutuk Souta. Dengan keterbatasan yang dimiliki Souta, Suzume pun berusaha membantu untuk menyelesaikan tugas yang mereka hadapi.

Baca juga: 10 Karakter Terkuat di Anime Rakudai Kishi no Cavalry, dari Yui Tatara sampai Ikki Kurogane

Meskipun Shinkai menggunakan tema yang sudah terpapar dalam karya-karyanya sebelumnya, Suzume memberikan porsi konflik yang lebih besar daripada fokus pada romansa karakter-karakternya. Ini membuat Suzume mengingatkan penulis pada film "Children Who Chase Lost Voices" yang juga disutradarai oleh Shinkai, dengan komposisi cerita yang hampir serupa.

Dari awal hingga akhir, Suzume menawarkan alur cerita yang tidak bertele-tele, menghadirkan permasalahan yang jelas bagi penonton sepanjang film. Meskipun serius, film ini tetap menyelipkan adegan-adegan kocak yang menghibur.

Secara keseluruhan, Suzume dapat dikatakan memiliki kualitas cerita yang paling baik dari karya-karya Shinkai yang lain, menurut pandangan penulis.


Perjalanan Suzume menjadi salah satu bagian paling berkesan sepanjang film. 

"Aku takut dengan dunia di mana Souta tidak ada," ucapannya dalam film ini menjadi favorit penulis. Film-film karya Makoto Shinkai selalu menimbulkan pertanyaan pada penonton: apa yang dapat kita lakukan untuk orang yang kita cintai? Pertanyaan ini juga muncul dalam film Suzume.

Perjalanan Suzume menjadi salah satu bagian paling berkesan sepanjang film.

Ketertarikan Suzume pada Souta mendorongnya untuk membantu Souta menutup seluruh pintu di Jepang. Perjalanan dadakan yang dijalani Suzume memberikan kesan yang mendalam. Setiap kali menghadapi kesulitan, Suzume ditolong oleh beberapa orang, mulai dari gadis seumurannya bernama Chika, Rumi dan dua anaknya, hingga Serizawa yang juga adalah teman Souta. Mereka memberikan makanan, tempat untuk tidur, dan bahkan tumpangan bagi Suzume tanpa mengharapkan imbalan.

Selain dari pengembangan hubungan antarkarakter, perjalanan Suzume juga membawa dia kembali untuk menelusuri jejak masa lalu, terutama saat tragedi gempa bumi merenggut nyawa sang ibu. Sebagai salah satu dari para penyintas, Suzume bertekad untuk tidak membiarkan tragedi gempa bumi menjadi alasan bagi anak-anak lain untuk kehilangan orang yang mereka sayangi.


Grafis yang Menawan

Seperti yang telah kita semua ketahui, studio CoMix Wave Films tidak pernah bosan membuat terpesona. Kesan fantasi yang lebih kuat juga menjadi ajang bagi film ini untuk mengekplorasi hal-hal baru yang belum pernah ditemukan penonton di film sebelumnya.

Dari pintu Miyazaki, di tengah reruntuhan genangan nan apik, hingga "Ever-After" tempat berbagai waktu melebur menjadi satu. Selain itu, meski agak mengerikan dengan cara unik adalah cacing yang siap memangsa Jepang, utamanya cacing terbesar yang nyaris melahap Tokyo.

Desain animasi dalam Suzume memang luar biasa, menampilkan kualitas yang tinggi seperti yang diharapkan dari CoMix Wave Films. Setiap detail dalam film dibuat dengan presisi yang luar biasa, sehingga membuat penonton terhanyut saat menikmati setiap adegan. Bahkan, adegan aksi pada bagian akhir film juga sangat mengesankan.

Meskipun memiliki animasi dan desain yang memukau, sayangnya tidak terlihat peningkatan signifikan atau unsur yang unik jika dibandingkan dengan film-film sebelumnya karya Makoto Shinkai. Menonton Suzume mungkin akan memberikan kesan yang serupa dengan "Your Name." dari segi desainnya. Namun, tentunya hal ini adalah pendapat subjektif penulis. Secara keseluruhan, animasi yang ditampilkan tetap sangat layak untuk dinikmati!


Sekali Lagi, Film Garapan Makoto Shinkai Berikan Lagu-Lagu yang Indah

Seperti biasa, film Shinkai Makoto tidak pernah absen dari lagu yang memanjakan telinga. Favorit saya sendiri adalah lagu KANATA HALUKA yang lirik dan maknanya cukup menyentuh. Selain itu, denting berbagai instrumental turut mewarnai adegan demi adegan.

Namun, berbeda dengan Tenki no Ko dan Kimi no Nawa yang lagu ikoniknya muncul di tengah adegan untuk memperkuat suasana. Dalam Suzume, lagunya tampil saat adegan telah relatif "stabil" sehingga tidak memberi efek sekuat film-film sebelumnya.

Meski demikian, yang seru adalah diputarnya lagu-lagu lama saat Suzume, Tamaki, dan Serizawa dalam perjalanan ke Tokyo.

Review Film Suzume no Tojimari (2023), Refleksi Mendalam tentang Kekuatan Manusia dalam Menghadapi Bencana

Dalam film Suzume no Tojimari, Shinkai Makoto membuat mitologi sendiri untuk menjelaskan sebab bencana alam di Jepang, terutama gempa bumi. Namun, menurut penulis, hal ini kurang digali lebih dalam.

Mengapa hanya ada satu Penutup yang bertugas mencegah lolosnya cacing besar di Tokyo yang notabene sangat mengkhawatirkan? Kemana perginya ‘Penutup-Penutup’ lainnya? Lalu tentang Daijin dan Sadaijin, penulis merasa masih banyak hal yang misterius dari keduanya.

Ada pula satu titik ketika penulis merasa bosan menonton Suzume. Jadi, mereka intinya menutup pintu-pintu saja sampai menemukan Daijin? Tidak ada masalah utama, kemanakah inti dari seluruhnya? Namun, makin ke tengah film, barulah saya menemukan masalah utama dari film Suzume no Tojimari yang saya review kali ini.


Meski Miliki Ending Manis, Interaksi Karakter Masih Minim

Iwato Suzume menyukai Munakata Souta dan dia rela mengikuti mahasiswa itu ke Ever After demi menyelamatkannya. Akan tetapi, rasa suka ini terbentuk dari interaksi kecil-kecilan yang lebih cocok berkembang menjadi hubungan rekan, lebih-lebih teman akrab.

Suzume seolah gadis remaja yang belum pernah berinteraksi dengan laki-laki. Jadi, begitu dia menghabiskan banyak waktu dengan laki-laki, dia seketika jatuh cinta. Dibandingkan Kimi no Nawa dan Tenki no Ko yang menghadirkan perkembangan romansa, film Suzume no Tojimari bisa dibilang agak terkalahkan dan melempem.

Namun, sisi baiknya, Suzume siap bertanggung jawab menggantikan Souta sebagai Batu Kunci jika hal terburuk terjadi. Bekebalikan dengan Morishima Hodaka yang rela melakukan apa saja demi bisa bersama dengan Amano Hina.


Penutup

Dalam rangkaian keindahan visual dan kisah yang memikat, Suzume menjadi persembahan terbaru dari rumah produksi CoMix Wave Films yang mengeksplorasi tema bencana alam dengan sentuhan yang khas. Meskipun desain animasinya memukau dan menjadikan setiap adegan begitu hidup, sayangnya tidak terlihat inovasi yang mencolok jika dibandingkan dengan karya-karya sebelumnya dari sutradara yang sama.

Namun demikian, keberhasilan Suzume terletak pada kedalaman cerita yang dijalin di balik lapisan-lapisan visualnya. Dari perjalanan Suzume yang memerankan peran sebagai penyintas gempa bumi hingga pertanyaan-pertanyaan emosional yang dihadirkan tentang cinta dan tanggung jawab, film ini menawarkan refleksi yang mendalam bagi para penontonnya.

Dengan segala keunggulan dan keterbatasannya, Suzume tetap menjadi pengalaman sinematik yang layak untuk dinikmati. Melalui perjalanan yang penuh aksi dan emosi, Suzume menghadirkan pesan yang kuat tentang kekuatan manusia dalam menghadapi bencana dan menjaga hubungan yang berarti. Sebagai penonton, kita diingatkan akan pentingnya solidaritas dan keberanian dalam menghadapi cobaan hidup.

Baca juga: Review Anime Kimetsu no Yaiba (2019), Emosional dan Penuh Aksi

Suzume memperkuat reputasi Makoto Shinkai sebagai sutradara yang mampu menyajikan cerita yang menyentuh hati, disertai dengan visual yang memukau. Dengan demikian, Suzume tak hanya menjadi hiburan semata, namun juga merupakan karya seni yang memberikan refleksi mendalam tentang kehidupan dan hubungan antarmanusia.

Tag: Berapa penonton Suzume No Tojimari di Indonesia? Kapan Makoto Shinkai membuat film lagi? Apa saja karya Makoto Shinkai? Siapa penyanyi Suzume No Tojimari?Review Anime Suzume, Kisah Mendalam tentang Kehidupan, Review anime suzume indo full movie suzume no tojimari indonesia makna film suzume makna suzume kenapa daijin mengutuk souta

Demikianlah review film Suzume no Tojimari. Film ini cocok ditonton oleh NawaReaders yang ingin menjajal adegan aksi karya sang maestro Shinkai Makoto.


0 Response to "Review Film Suzume no Tojimari (2023), Refleksi Mendalam tentang Kekuatan Manusia dalam Menghadapi Bencana"

Posting Komentar